Aktualisasi Diri di Saat Pensiun
PENSIUN adalah bebas tugas yang diberikan kepada aparatur negara, baik sipil maupun TNI-Polri karena berbagai alasan, antara lain: meninggal dunia, melanggar kode etik, memberi pernyataan tidak benar saat pendaftaran atau melakukan tindak pidana dengan ancaman di atas lima tahun. Adapun batas usia pensiun tergantung profesi dan jabatannya, yakni berkisar 58, 60, 65 dan 70 tahun.
Abrahan Maslow seorang pakar motivasi mengatakan hirarki kebutuhan tertinggi manusia adalah aktualisasi diri. Kemuliaan seorang manusia sangat ditentukan dari aktualisasi diri yang dimiliknya.
Fakta dan data membuktikan, banyak saudara dan teman kita saat memasuki masa persiapan pensiun dan saat pensiun pola pikirnya mengalami perubahan drastis yang cendrung pesimis, seakan-akan sudah tamatlah untuk berkarya. Mereka merasa tidak diperhatikan, tidak dipedulikan dan/atau merasa tidak dihormati dan dihargai lagi oleh orang-orang yang ada di sekitarnya, termasuk oleh mereka yang dahulunya teman kerja dan anak buahnya, akibatnya tidak sedikit diantara mereka merasa kesepian di saat pensiun.
Ketika ada group pensiunan mengundang mereka untuk bergabung di media sosial (facebook) betapa senangnya mereka sekalipun maksud diadakannya forum silaturrahmi melalui facebook tersebut sebatas menghilangkan kejenuhan dan bernostalgia. Sementara dipihak lain tidak sedikit mereka yang telah memasuki dan menjalani kehidupan di saat pensiun justru bangkit, berjaya dan mampu mengaktualisasikan diri jauh lebih baik dibanding ketika mereka masih aktif sebagai karyawan/Aparatur Sipil Negara, baik yang bertugas di pemerintahan maupun di dunia usaha/industri, seperti beberapa nama berikut ini.
Kolonel Sander pemilik usaha ayam goreng Kentucky adalah seorang tentara yang memilih pensiun dini demi menggeluti usaha ayam goreng kecil-kecilan layaknya pedangan asongan di trotoar jalan yang sekarang mendunia, kemanapun kita berada di hampir semua benua ini dapat menikmati ayam goreng miliknya. Sander berjaya, bangkit dan mampu mengaktualisasikan dirinya justru di saat ia pensiun.
Mahatir Mohamad, berusia 92 tahun atau lanjut usia terpilih kembali menjadi Perdana Menteri Malaysia ke-7, predikat baru sebagai Perdana Menteri tertua di dunia saat ini disandangnya.
Selain beliau, banyak pemimpin sejati di dunia ini lanjut usia, seperti Mahatma Ghandi saat berusia lanjut usia menjadi pemimpin India, dunia mengakui gaya kepemimpinan humanistik dan moral leadership yang diterapkannya, bahkan di negera Jepang, senioritas dipertimbangkan dalam memilih dan mengangkat seorang pemimpin sehingga banyak pemimpin di negara matahari terbit tersebut lanjut usia.
Selanjutnya, penulis sampaikan beberapa pemimpin dunia lain berusia pensiun, namun mampu menjadi pemimpin sejati, seperti: Abraham Lincoln presiden Amerika Serikat pembebas perbudakan dan Sun Yat Sen (pemimpin Cina modern) yang sangat dihormati dan disegani dunia, Nelson Mandela pemimpin Afrika Selatan yang dikenal pemaaf. David Aikman (2000) melakukan riset terhadap seorang Nelson Mandela sebagaimana tertulis dalam bukunya “Great Souls”, menyimpulkan bahwa pada diri Mandela terdapat “Aura kekudusan” yang tidak hanya membangkitkan rasa hormat tetapi juga rasa kagum yang mendalam karena tidak dikotori oleh rasa dendam, bahkan rasa hormat dan kagum diakui oleh orang-orang yang dulu menjadi musuhnya paling gigih dan orang-orang yang memenjarakannya, sementara ia sendiri (Nelson Mandela) merasa risih diperlakukan atau dianggap “Setengah Dewa” oleh rakyatnya. Hal ini menggambar sikap rendah diri yang dimiliki seorang pemimpin sejati.
Jimmy Carter, Bill Clinton, dan Barack Obama adalah presiden Amerika Serikat yang memiliki pengaruh sangat besar di seantero dunia ini justru setelah mereka pensiun dari jabatan seorang presiden, mereka mampu mengaktualisasi dirinya menjadi manusia bermakna. Setelah pensiun tiga pemimpin besar Amerika Serikat ini melakukan berbagai kegiatan sosial kemasyarakatan dan menuliskan pengalamannya dalam sebuah buku, dan buku-buku karya mereka tersebut tercatat sebagai buku best seller internasional.
Membatasi usia orang dalam berkarya hanyalah sebuah mitos, yakni sebuah keyakinan yang tidak akurat dan bahkan salah atau palsu tentang kinerja sesungguhnya.
Myron J. Taylor menegaskan, “Muda atau tua tidak tergantung pada tanggal dalam satu masa, tetapi keadaan jiwa. Tugas kita bukan menambah usia pada kehidupan, melainkan menambah kehidupan pada usia”. Asumsi tersebut di atas, di era disruptif dan di era generasi Z sekarang ini adalah sesuatu yang nyata. Faktanya, tidak sedikit anak muda memiliki karya besar, sebaliknya banyak orang tua hingga wafatnya tanpa karya”.
Mempelajari riwayat hidup mereka, penulis menemukan ada virus mental pada mereka yang berjaya, bangkit dan mampu mengaktualisasikan dirinya jauh lebih baik dan lebih sukses dibandingkan saat mereka masih belum purna tugas (belum pensiun), antara lain: (1) para pembaca bisa saja komplin atas contoh yang diambil dari kisah para pensiunan pemimpin bangsa yang mampu bangkit dan berjaya di saat pensiun. Dalam kasus lain, tidak selalu demikian, banyak diantara mereka adalah para pensiunan dari golongan rendah. Namun kesamaan diantara mereka adalah telah memulai usahanya sebelum memasuki persiapan masa pensiun sekalipun usaha dalam skala kecil; (2) optimisme untuk menjalani kehidupan lebih bermakna atau lebih bermanfaat bagi kemanusiaan. Profesor Viktor Frankl ketika ditangkap dan dipenjara tentara Nazi beliau berusia 70 tahun. Di dalam penjara, beliau mengamati dan meneliti untuk menjawab sebuah pertanyaan, “Mengapa para tahanan yang berusia muda justru banyak yang meninggal di penjara, sementara ia dan beberapa orang tua yang sudah berusia lanjut justru sehat walafiat hingga keluar/bebas dari penjara”?. Dari pengamatan dan penelitian yang ia lakukan disimpulkan bahwa usia seseorang sangat dipengaruhi sikap optimisme untuk menjalani kehidupan yang lebih bermakna bagi umat manusia. Penelitian beliau melahirkan ilmu baru psikologi “Logo Teraphy”. Jika hari ini ditemukan banyak pensiunan mengabdikan dirinya bagi kemanusiaan melalui kegiatan sosial kemasyarakatan, maka kegiatan tersebut adalah on the track atau telah berada di jalan yang benar; (3) Albert Einsten seorang fisikawan modern menasehati kita, “Jika Anda ingin sukses di usia lansia (di saat pensiun), maka lakukan apa saja yang dapat Anda lakukan (terus berkarya) dan Anda senang melakukannya”. Banyak orang (siswa dan mahasiswa yang pernah berguru kepada penulis serta kolega) meminta agar penulis setelah memasuki masa pensiun nanti terjun ke dunia politik. Mereka siap mendukung. Penulis katakan, “Dunia politik sepertinya bukan lahan tempat pengabdian penulis”. Di saat pensiun nanti penulis lebih tertarik untuk menekuni sebuah profesi “Menjadi Penulis dan Peneliti”. Cukup lama penulis bersama Profesor Malik Fadjar (dari saat beliau menjabat Rektor Universitas Muhammadiyah Malang hingga menjadi anggota tim penasehat presiden Joko Widodo), beliau menasehati penulis, “Jika adinda Aswandi tidak ingin pensiun, maka jadilah peneliti dan penulis”. Beliau menyebut beberapa ilmuan dunia yang berhenti berkarya setelah mereka meninggal (wafat), diantaranya profesor Morris karena kondisi kesehatannya yang kurang baik, beliau hanya mengajar di hari Selasa di rumahnya, Profesor Fazlur Rahman seorang pemikir Islam dan Peter F. Drucker dikenal sebagai bapak Manajemen Modern, mereka selalu berkarya meskipun dalam keadaan sakit, jauh berbeda dengan akademisi di negeri ini berkarya (publikasi) karena dipaksa atau terpaksa, akibatnya kualitas karya tulisnya berbanding terbalik dengan gelar akademiknya; (4) untuk terus berkarya, maka jagalah kesehatan baik fisik maupun mental, antara lain dengan cara berolah raga dan pola hidup sehat dan bersih, serta selalu meransang otak atau pikiran antara lain melalui membaca dan berpikir agar tidak pikun.
Penulis ingin mengatakan, “Janganlah pensiun menjadi ayat pembenar untuk tidak berkarya” atau “Berkaryalah, buktikan bahwa Pensiunan Masih Ada” (Penulis, Dosen FKIP UNTAN
[learn_press_profile]