Apa Salahnya Muslimah Berjilbab
MUSLIMAH, dimaksud pada judul opini di atas adalah siswi beragama Islam yang diperintahkan agamanya untuk menutup auratnya dan wajib mengikuti ketentuan berpakaian sekolah sebagaimana diatur pada SKB 3 menteri, yakni: Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Menteri Dalam Negeri dan Menteri Agama tentang Penggunaan Pakaian Seragam dan Atribut bagi Peserta Didik, Pendidik, dan Tenaga Kependidikan di Lingkungan Sekolah yang diselenggarakan oleh Pemerintah Daerah pada Jenjang Pendidikan Dasar dan Menengah”.
Banyak pendapat mengatakan bahwa, “pakaian seragam sekolah beserta atributnya adalah masalah kecil, tidak perlu dibesar-besarkan”, Muhammad Nur mantan Menteri Pendidikan Nasional mengatakan, “urusan seragam sekolah cukup diselesaikan di pemerintah daerah dan sekolah, mengapa dibawa-bawa ke pemerintah pusat, memangnya bapak menteri kurang kerjaan?”. Menurut penulis, pendapat tersebut tidak seluruhnya benar, sangat kontektual sesuai zamannya, permasalahan seragam sekolah sebatas gejala yang muncul di permukaan, sementara apa yang ada di balik itu semuanya tidak mampu dipahami oleh mereka yang tidak memiliki kemampuan berpikir secara mendalam, kritis, rasional, koheren dan komprehenshif.
Masih banyak orang di muka bumi ini memahami dan peduli terhadap persoalan muslimah berhijab atau berjilbab, beberapa kasus penulis jelaskan secara singkat berikut ini.
Setelah lulus dari sekolah menengah, seorang wanita berhijab ingin melanjutkan kuliah di salah satu universitas ternama di negerinya di Erofah, namun keinginan tersebut dibatalkannya karena ada keharusan mahasiswi yang kuliah di universitas tersebut wajib melepas jilbabnya, akhirnya mahasiswi tersebut memilih kuliah di Indonesia, suatu negeri dimana kampus-kampusnya tidak melarang mahasiswinya berjilbab. Khabar terakhir mahasiswi tersebut sudah menjadi seorang sarjana. Ketika ditanya, ia menjawab, “sangat senang kuliah di Indonesia”.
Nanda, seorang mahasiswi berjilbab Program Studi Bahasa Mandarin FKIP Universitas Tanjungpura, beberapa tahun lalu ia mewakili Indonesia mengikuti kontes kemampuan berbahasa Mandarin di Beijing China yang diikuti peserta dari berbagai negara di dunia. Alhamdulillah seorang mahasiswi berjilbab puteri guru Sekolah Dasar berasal dari Kota Pontianak terpilih menjadi pemenangnya. Atas keberhasilannya, ia memperoleh beasiswa magister (S2) Bahasa Mandarin di China, dan sekarang setelah lulus program magister, Nanda kembali ke Indonesia dan mengabdi sebagai dosen tetap di Universitas Al-Azhar Jakarta.
Sekarang ini, semakin banyak siswi dan mahasiswi berjilbab memperoleh prestasi akademik terpuji dimana nilai Ujian Nasional (NEM) dan Indeks Prestasi Komulatif (IPK) sangat sempurna.
Fakta lainnya, beberapa tahun terakhir ini, kita saksikan banyak atlit berjuang keras merebut medali emas yang akan dipersebahkan bagi bangsa dan negerinya tanpa harus melepas jilbabnya.
Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Filipina (sebuah negara dimana mayoritas pemimpin dan penduduknya beragama Katolik menyetujui sebuah Rancangan Undang-Undang dimana tanggal 1 Februari setiap tahunnya ditetapkan sebagai Hari Hijab Nasional, dikutip dari CNN Indonesia. Com, 2 Februari 2021. Anggota legislatif yang ada di pusat dan daerah, apa yang sedang Anda pikirkan sekarang ini dalam mensikapi SKB 3 menteri yang cukup meresahkan masyarakat ini?.
Dari sudut pandang hukum vicmatologi, muslimah (siswi dan mahasiswi) berjilbab sangat membantu pemerintah, khususnya kepolisian menjaga keamanan dan ketertiban karena banyak (40%) kejahatan itu terjadi bersumber atau bermula dari korbannya. Contoh kasus, seorang gadis, wajah cantik, memiliki tubuh bahenol, berkulit mulus, memakai pakaian ketat dan transparan. Di tempat keramaian wanita tersebut menjadi pusat perhatian banyak orang, sangat mungkin wanita tersebut akan diganggu bahkan menjadi korban pemerkosaan apabila berjalan sendirian di tempat sepi, tentu berbeda apabila wanita tersebut menggunakan pakaian sopan dan menutup auratnya.
Segudang prestasi telah siswi dan mahasiswi berjilbab persembahkan bagi bangsa yang mengusung sebuah visi “SDM UNGGUL INDONESIA MAJU”.
Pertanyaannya, mengapa di suatu negeri mayoritas pemimpin dan penduduknya beragama Islam justru siswi muslimah menggunan pakaian seragam dan atribut kekhasan agamanya dipersoalkan?. Apa yang mesti Anda takutkan dari muslimah shalehah di negeri ini?. Di Era “Merdeka Belajar-Kampus Merdeka” semestinya Anda mengajak kita semua untuk bangkit bersama “Melawan Rasa Takut”, terutama rasa takut yang diciptakannya sendiri. Bapak Joko Widodo selaku presiden RI telah memberi peluang agar masyarakatnya kritis terhadap pemerintah.
Dengan penuh harapan semoga “Keputusan Bersama Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Menteri Dalam Negeri dan Menteri Agama tentang Penggunaan Pakaian Seragam dan Atribut bagi Peserta Didik, Pendidik, dan Tenaga Kependidikan di Lingkungan Sekolah yang diselenggarakan oleh Pemerintah Daerah pada Jenjang Pendidikan Dasar dan Menengah” dengan berbagai penyempurnaan memberikan jawaban terhadap rasa takut tersebut, bukan sebaliknya menambah rasa takut masyarakat, terutama siswi muslimah berjilbab dan keluarganya.
Di tiga puluh hari pertama setelah SKB ini ditetapkan, setidaknya pemerintah melakukan apa yang pernah dikatakan oleh profesor Viktor Frankl seorang pakar logotrafi dan pernah mendekam dipenjara Nazi Hitler menegaskan, “Jika Anda meminta seseorang agar tersenyum, maka Anda harus mampu menjelaskan alasan mengapa mereka harus tersenyum”. Sama halnya, ketika Anda melarang siswi muslimah berjilbab dan/atau atribut khas keagamaan lainnya, maka Anda harus mampu menjelaskan alasan mengapa mereka dilarang menggunakan jilbab dan atribut khas keagamaan itu, demikian pula jika Anda menuntut dan meminta agar siswi muslimah bebas menggunakan seragam sekolah dilengkapi jilbab dan atribut khas keagamaan, maka Andapun harus mampu menjelaskan alasan mengapa mereka wajib melakukannya.
Jika Anda tidak mampu menjelaskan alasan kepada siapa saja yang harus mengikuti perintah Anda, maka sesungguhnya Anda telah kehilangan hak moral untuk didengar dan ditaati. Jangan salahkan orang lain apabila perintah Anda diabaikan dan/atau dilanggar. Anda tidak berhak menghukum mereka atas pengabaian dan pelanggaran tersebut.
Ingatlah nasehat orang bijak, “melepaskan seribu orang yang ditangkap jauh lebih baik dari pada menangkap satu orang yang tidak bersalah”.
Sepengetahuan penulis, alasan pertama dan utama muslimah berjilbab menutup auratnya adalah melaksanakan perintah agama. Mereka jalani perintah tersebut karena keimanan dan ketakwaannya kepada Tuhan Yang Maha Esa, Allah SWT, tentu saja tidak semua karena masih ditemukan banyak muslimah berjilbab karena tuntutan mode atau fashion semata. Selain itu, hijab dan jilbab berfungsi menutupi panas matahari, dan seorang wanita berjilbab terlihat lebih indah dan lebih feminis.
Ada pendapat mengatakan sekarang ini setiap umat manusia mendapat hak yang sama, yakni Hak Asasi Manusia (HAM). Satu kasus yang sering dicontohkan, “Kebebasan Beragama” dimana tidak boleh ada paksaan dalam beragama, sebuah kutipan pendek yang sering digunakan “Bagiku Agamaku dan Bagimu Agamamu”.
Asumsi tersebut di atas ada benarnya, namun seringkali salah memahaminya berlanjut salah dalam mengamalkannya. Contoh kasus, saya (Aswandi) beragama Islam, memiliki seorang istri dan tiga orang anak, mereka semua beragama Islam. Kepada anggota keluarga, dalam proses pendidikannya saya boleh memaksa mereka untuk menjalankan perintah agama, menghukum mereka jika melanggar perintah agama. Apabila mereka tidak shalat, maka saya mengajaknya untuk shalat, bahkan jika mereka tetap meninggalkan shalatnya tidak salah jika saya memukulnya. Tentu saja tidak berlaku bagi peserta didik, pendidik dan tenaga kependidikan yang berbeda agama dan keyakinannya sebagaimana terjadi di SMKN 2 Padang.
Terhadap isteri saya wajibkan ia berjilbab, dan kepada seorang puteri saya (saat ini sedang menempuh pendidikan doctor risetnya di Osaka University Jepang), sejak bayi (belum bisa berdiri) sudah saya biasakan menggunakan jilbab, seingat penulis setiap menemui ayahnya, puteri saya selalu siap memakai jilbab sehingga saya tidak pernah melihat rambutnya, padahal saya ini adalah ayahnya. Alhamdulillah, sekarang di negeri orang lain (Jepang), puteri saya tidak melepas jilbabnya.
Untuk urusan melahirkan wanita shalehah yang selalu menutup auratnya menggunakan jilbab tidak harus dibentuk melalui pukulan demi pukulan dari orang tua dan gurunya, melainkan dibentuk melalui pembiasaan dari sejak kecil secara konsisten dan contoh dari orang tua dan gurunya.
Duke University Amerika Serikat tahun 2007 melalui risetnya membuktikan bahwa perilaku manusia adalah kebiasaannya (40%). Mahatma Gandi seorang pemimpin dunia dari India mengatakan hal yang sama, bahwa “kebiasaanmu melahirkan karaktermu dan karaktermu melahirkan taqdirmu”.
oleh
Dr Aswandi Dosen FKIP UNTAN
[learn_press_profile]
Tag:fkip, informasi, jilbab, mahasiswa, pakar pendidikan, penelitian, pengumuman, rektor, skb 3 menteri, untan