HI Untan Gandeng Kemlu Bahas Diplomasi Publik Indonesia
Pontianak – Rabu (26/8/2020) Program Studi Hubungan Internasional Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Tanjungpura menggelar Kuliah Umum dengan tema “Public Diplomacy in The Era of New Normal: Opportunity and Challenges”. Kegiatan dilaksanakan secara daring sebagai pembuka semester ganjil yang diikuti oleh 219 peserta. Menghadirkan dua narasumber, Yusron B Ambary selaku Direktur Diplomasi Publik Kemlu dan Hardi Alunaza SD, S.IP., M.H.I yang merupakan staf pengajar prodi HI Untan. Kegiatan ini adalah bentuk konsistensi kerja sama FISIP Untan dengan Kemlu. Kegiatan dibuka secara langsung oleh Wakil Dekan I, Dr. Herlan, M.Si dan dipandu oleh Cherly Palijama, Kasubdit Isu Aktual dan Strategis Kemlu RI. Kuliah Umum ini juga dihadiri oleh dosen dari Universitas Muhammadiyah Pontianak, Universitas Panca Bhakti, Universitas Hasanuddin, dan Universitas Riau.
Mengawali paparannya, Yusron B Ambary menyebutkan bahwa diplomasi publik harus sejalan dengan landasan politik luar negeri Indonesia. Hal tersebut tercantum di dalam Pembukaan UUD 1945 alinea keempat. “Kita segenap elemen masyarakat harus ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial,” ungkap alumni Universitas Indonesia tersebut. Lebih lanjut ia menjelaskan lima tugas diplomat; mewakili, melindungi, promosi, negosiasi, dan melaporkan sesuai dengan prioritas diplomasi Indonesia yang dikenal dengan prioritas diplomasi 4+1.
Jika dikaitkan dengan diplomasi publik, semua aktor baik negara maupun non-negara harus terlibat aktif untuk mempromosikan citra positifi Indonesia di kancah global. Mengingat dunia modern berbasis kemajuan digital saat ini banyak sekali instrumen yang dapat digunakan untuk melakukan aktivitas diplomasi publik. “Seperti Bali Democracy Forum, Beasiswa Seni Budaya Indonesia, promosi potensi ekonomi, dialog lintas agama, dan berbagai kegiatan kepemudaan,” ungkapnya.
Lebih jauh, Direktur Diplomasi Publik tersebut menjelaskan bahwa aktivitas diplomasi publik di masa pandemi seperti sekarang dipandang efektif. Sebab negara tidak perlu menghabiskan banyak anggaran untuk melakukan kunjungan resmi. Diplomasi publik dapat dilakukan secara virtual dengan memanfaatkan kemajuan teknologi yang ada.
Melengkapi paparan pertama, Hardi Alunaza menyebutkan beberapa instrumen lain yang dapat dimanfaatkan seperti penggunaan film, diplomasi kuliner, dan penggunaan branding wisata halal milik Indonesia. “Dari berbagai instrumen yang ada, program beasiswa seni budaya Indonesia dan diplomasi kuliner adalah jalan yang paling efektif. Kedua program ini menggunakan pendekatan yang sangat membumi sehingga pencapaian kepentingan nasional melalui penggunaan soft power bisa dijalankan secara maksimal,” ungkap dosen yang merupakan alumni dari program beasiswa Science Diplomacy Pemerintahan India tersebut.
Menurutnya, promosi kepentingan Indonesia harus diselaraskan dengan kekayaan Indonesia seperti wisata, makanan, budaya, dan juga bahasa. Sehingga, dengan adanya kebijakan yang jelas dan rasionalitas pendukung kebijakan yang nyata, kepentingan Indonesia dan proses memengaruhi opini publik mancanegara dapat berjalan dengan efektif dan optimal.
Selain itu, pemerintah juga harus melirik peran pemuda yang dipandang memiliki kontribusi besar untuk melakukan aktivitas diplomasi. “Pemuda sejatinya memiliki peluang besar untuk perpanjangan diplomasi Indonesia. Tantangannya adalah kualitas sumber daya manusia, kemampuan bahasa asing, dan bagaimana pemuda memanfaatkan semua saluran komunikasi untuk dapat menjalankan peran sebagai bagian dari diplomat Indonesia di kancah global. Jika pemuda mau berusaha untuk lebih berkembang, bisa dipastikan citra positif Indonesia akan semakin baik dan lebih mudah menjelaskan kebijakan luar negeri kita ke negara lain,” ungkapnya mengakhiri paparan. (Anggi Putri/Anisa Ernianda/Uti Khafiy)
[learn_press_profile]