Merubah Pola Pikir
JAMES Artur Ray dalam bukunya “The Science of Success” menerangkan bahwa pola pikir (mindset) sebagai segugusan keyakinan, nilai, identitas, eksspektasi, sikap, kebiasaan, opini dan pola pikir tentang diri Anda, orang lain dan hidup”, dikutip dari Andreas Harefa (2010) dalam bukunya “Mindset Therapy”.
American Heritage Dictionary mendefinisikan pola pikir sebagai, “a fixed mental attitude or disposition that predetermines to person’s responses to and interpretation of situation.
Renald Kasali (2017) dalam bukunya “Disruption” menyatakan bahwa pola pikir (mindset) adalah baagaimana manusia berpikir yang ditentukan oleh setting yang dibuat sebelum ia berpikir dan bertindak”.
Dua orang pakar “Mindset” di bawah ini memberikan contoh pola pikir masa kini dan masa depan.
John Naisbitt (2007) dalam bukunya “Mindset” mengemukkan terdapat 11 (sebelas) pola pikir dibalik kesuksesan di masa depan, yakni: (1) Meski banyak hal berubah, kebanyakan hal tetap konstan; (2) masa depan tertanam dimasa kini atau “Tomorrow is Today or Future is Now”.; (3) fokus pada skor pertandingan; (4) memahami betapa menguntungkannya bila Anda tidak harus benar; (5) melihat masa depan sebagai potongan teka-teki; (6) jangan berada terlalu jauh di depan sampai-sampai orang tidak menganggap Anda bagian dari mereka; (7) resistensi terhadap perubahan berhenti, jika ada manfaat nyata; (8) hal yang kita perkirakan akan terjadi selalu terjadi lebih lambat; (9) hasil bukan diperoleh dari memecahkan masalah, melainkan dari mengekspoltasi peluang; (10) jangan menambah tanpa mengurangi; dan (11) jangan lupakan ekologi teknologi.
Rhenald Kasali (2017) mengemukakan terdapat 9 (sembilan) pola pikir (mindset) di era disruptif, yakni: (1) respons cepat, tidak terlambat. Lebih cepat lebih baik; (2) real time: begitu diterima segera diolah; (3) follow up: langsung ditindaklanjuti, tidak ditunda; (4) mencari jalan, bukan mati langkah; (5) mengendus informasi dan kebenaran, bukan menerima tanpa menguji; (6) penyelesaian parallel, bukan serial; (7) dukungan teknologi informasi, bukan manual; (8) 24/7 (24 jam sehari, 7 hari seminggu, bukan dari pukul delapan pagi hingga pukul lima sore; dan (9) connected (terhubung), bukan terisolasi.
George Bernard Shaw, “Progress is impossible without change and those who cannot change their minds cannot change anything.”
Stephen Hawking (2010) dalam bukunya “The Grand Design” mengatakan bahwa, “Tiada konsep realitas (kenyataan/wujud) yang independen dari gambaran atau teori yang ada dalam pikiran atau persepsi kita”.
John Kehoe (2012) dalam bukunya “Mind Power” menyatakan bahwa pikiran menciptakan realitas”.
Harun Yahya, mengatakan, “Realitas dipahami sebagaimana yang ada dalam pikiran”.
Pola pikir menentukan pemahaman mengenai informasi yang diperolehnya dan bagaimana reaksinya, mempengaruhi cara menangani berbagai persoalan, menolong mendefinisikan mana peluang dan mana ancaman, menolong memilih prioritas, dan menentukan nasib seseorang di kemudian hari.
Pola pikir (mindset) bagaikan tanah dimana hujan informasi dan tanaman tumbuh berbeda-beda tergantung pada pola pikir kita. Filsof Charles Handy mengatakan, “Pola pikir dibentuk oleh bagaimana kita melihat ruangan-ruangan di rumah”. Teori “Atribusi” menjelaskan, “Apa saja yang dipahami, bukan semata-mata dari apa yang kita pelajari, melainkan bagaimana kita memikirkannya”.
John Naisbitt (2007) mengatakan “Pikiran kita bisa membatasi penglihatan kita. Begitu rintangan disingkirkan, kita akan melihat yang terpampang di depan mata”.
Mahatma Gandhi mengatakan, “Perhatikan pikiranmu karena ia akan menjadi kata-katamu. Perhatikan kata-katamu karena ia akan menjadi perbuatanmu. Perhatkan perbuatanmu karena ia akan menjadi kebiasaanmu. Perhatikan kebiasaanmu karena ia akan menjadi karaktermu, dan perhatikan karaktermu karena ia akan menjadi taqdirmu”.
Namun sayangnya, pikiran manusia belum berfungsi secara maksimal sebagaimana dinyatakan: (1) Gardner dalam bukunya “Unschool Mind” mengatakan “pikiran kita masih tersandra dan tertidur nyenyak (90%) karena berpikir belum disekolahkan. (2) Ibrahim El-Fiky seorang pakar kepribadian mengatakan, “sebanyak 80% dari pikiran manusia setiap harinya adalah negatif, berpengaruh pada perilakunya menjadi negatif”; (3) Peter F. Drucker seorang pakar manajemen mengatakan bahwa “turbulensi (kekacauan) sering terjadi akibat kesalahan berpikir dimana berpikir masa depan dengan cara berpikir kemarin”; (4) Osborne & Plastrik (1995) “Banishing Bureaucracy” mensinyalir; “Banyak lembaga pemerintah (negeri) tidak melayani masyarakatnya dengan baik, sementara lembaga swasta sebaliknya. Hal ini terjadi akibat dari kesalahan berpikir. Pihak pemerintah berpikir bahwa keberlangsungan hidupnya ditentukan oleh dirinya, sementara pihak swasta berpikir bahwa kelangsungan hidup atau usahanya sangat ditentukan oleh masyarakat atau pelanggannya.
Jika kita ingin tetap bertahan hidup di era baru sekarang dan akan datang, maka pola pikir (mindset) kita harus mengalami perubahan.
Terkait merubah pola pikir tersebut, pertanyaan sering disampaaikan kepada penulis, “Dari mana perubahan pola pikir (mindset) bermula?
Perubahan pola pikir dapat dimulai melalui pemberian informasi sebanyak-banyaknya, baik melalui proses pendidikan, pembelajaran maupun pengalaman yang efektif. Menyadari pentingnya hal tersebut, pemerintah Singapura meminta Edward De Bono seorang pakar “Berpikir Literal” menjadi konsultan di negerinya untuk membenahi kemampuan berpikir peserta didiknya. John Naisbit seorang pakar “Mindset” menceritakan pengalamannya dengan membaca koran lokal setiap hari, saya menangkap pola perubahan yang terjadi di seluruh negeri, dan sayapun menemukan kunci yang selama ini dicari-cari. Menurut Naisbitt “sumber pengetahuan yang bagus untuk menyingkap masa depan adalah surat kabar”. Jimmy Carter, Obama, Donard Trump dan Bill Gate melakukan hal yang sama, yakni membuka harinya dengan membaca.
Prof. Malik Fadjar selaku Mendikbud juga menceritakan pengalamannya merubah pola pikir (mindset) mereka yang selalu menolak kehadiran dan kebijakannya sebagai rektor baru di Universitas Muhammadiyah Malang (UMM), yakni memberikan kesempatan kepada kelompok yang menolaknya untuk melakukan studi banding.
Dari pengalaman mereka, kembali penulis tegaskan bahwa perubahan pola pikir dapat dimulai melalui proses pendidikan, pembelajaran dan pengalaman yang efektif.
Asumsi tersebut dibenarkan oleh Richard Hall yang dikenal penggagas model Concern Base Adoption Model (CBAM) menyatakan bahwa “setiap perubahan pola pikir (mindset) dimulai dari: awareness, information and personal”. Budaya terus belajar berpengaruh besar terhadap perubahan pola pikir, wujudnya antara lain: gemar membaca, termasuk membaca surat kabar/berita di media sosial misalnya. Selain membaca berita, baik yang ada di koran maupun di media social lain, perubahan pola pikir akan efektif dilakukan melalui forum diskusi yang dilaksanakan secara rutin membahas persoalan kontemporer, baik mengenai permasalahan dalam pekerjaan di kantor, masalah pembelajaran di kampus/sekolah maupun masalah kehidupan lainnya di masyarakat
oleh Dr. Aswandi Dosen FKIP UNTAN
[learn_press_profile]

