Peta Jalan Pendidikan Indonesia
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI (2020) mengamati bahwa teknologi, sosial, budaya dan lingkungan telah, sedang dan terus mengalami perubahan.
Faktanya, disrupsi teknologi berdampak pada semua sektor dan budaya kerja, misalnya terjadi penerapan otomatisasi kecerdasan buatan (artificial intelegence) dan big data, konektivitas 5G yang memungkinkan teknologi lainnya saling terhubung seperti kendaraan otonom dan drones, pencetakan 3 D (3D printing), smart wearbles, augmented dan virtual reality.
Fakta lainnya, perubahan demografi, profil sosial ekonomi dan populasi dunia, misalnya meningkatnya usia harapan hidup dan usia lama bekerja, tumbuhnya migrasi, urbanisasi, keragaman budaya, dan kelas menengah, meningkatnya tenaga kerja yang terus bergerak (mobile) dan fleksibel, dan munculnya kepedulian konsumen terhadap etika, privasi dan kesehatan.
Perubahan lingkungan dibuktikan, habisnya bahan bakar fosil, krisis air, perubahan iklim dan permukaan air laut, fakta berikutnya meningkatnya kebutuhan energi dan air serta berkurangnya sumber daya alam, meningkatnya perhatian terhadap energi alternatif untuk melawan perubahan iklim dan upaya berkelanjutan pada isu lingkungan seperti plastik dan limbah nuklir.
Selain fakta di atas, pandemi virus COVID 19 telah mendorong terjadinya perubahan struktural, pikiran, sikap dan perilaku yang sangat cepat di banyak sektor kehidupan, tidak terkecuali bidang pendidikan (melaksanakan pembelajaran jarak jauh secara massif dan banyak institusi pendidikan mendapat tekanan finansial) dan dunia kerja (mempercepat akses digital di semua industri, tekanan lebih besar untuk memperbaharui ketrampilan dan lokalisasi peluang kewirausahaan).
Cara bekerja di masa depan akan jauh berbeda jika dibandingkan dengan cara bekerja hari ini, kemampuan memecahkan masalah, kognitif dan sosial akan menjadi semakin penting, sementara kebutuhan ketrampilan fisik akan semakin berkurang.
Pertanyaan, bagaimana gambaran pendidikan Indonesia saat ini?.
Anies Baswedan menggambarkan pendidikan Indonesia, “Pendidikan abad 21, sementara kualitas infrastruktur masih abad 19”, maknanya pendidikan di negeri ini masih jauh tertinggal atau masih jongkok.
Bangsa ini harus segera berubah, pembangunan sektor pendidikan harus bergerak, bergerak cepat agar tidak ketinggalan lebih jauh dari bangsa-bangsa lain. John Maynard Keynes, seorang economist menyatakan, “When the facts change, I change my mind”. Penulis tambahkan, bukan hanya pola pikir (mindset) saja yang mesti berubah, sikap/karakter dan perilaku juga harus berubah menghadapi fenomena ini.
Charles Darwin seorang scientist mengatakan bahwa “Apapun perubahan yang terjadi. Kekuatan utama menghadapi setiap perubahan tersebut adalah kemampuan beradaptasi”. Kemampuan beradaptasi dipengaruhi oleh proses pembelajaran yang dialami oleh seseorang. Banyak diantara kita telah menempuh pendidikan hingga jenjang tertinggi (doctor), namun proses pendidikan dan pembelajaran yang dialaminya belum berjalan efektif. Dalam banyak kesempatan, penulis mengatakan, mereka sekolah dan kuliah tapi mereka tidak dan kurang belajar. Satu indikator penting mengukur keberhasilan pembelajaran seseorang adalah ketika mereka mampu menjadi manusia pembelajar (learning person).
Iqbal seorang pujangga Muslim mengingatkan, “Jika tidak mau berubah, sikap menunggu dan lambat merespons perubahan ini, maka dapat dipastikan akan tergilas dan mati”.
Di tingkat global, sedang dibahas secara mendalam mengenai pembelajaran masa depan. Agar`dapat maju di masa depan, banyak negara, termasuk Indonesia mengadaptasi dan mengadopsi sistem pendidikan negara maju di semua jenjang, mulai dari jenjang pendidikan pra sekolah (menjamin akses universal dan pembelajaran berbasis permainan), pendidikan dasar dan menengah (perkembangan fleksibel: pembelajaran berbasis proyek/penemuan, interdisipliner dan blended, guru memfasilitasi dan menanamkan kesenangan belajar, fokus pada kompetensi, ketrampilan masa depan dan pengembangan karakter), pendidikan vokasi (kepemilikan dan keterkaitan dengan industri seperti magang, pengembangan kurikulum dan pelatihan guru, program micro-degree, jalur fleksibel antara perguruan tinggi dan vokasi) dan perguruan tinggi (keterkaitan dengan industri, pembelajaran berbasis proyek, interdisipliner, programm micro-degree, lebih otonom, mobilitas dan kerjasama internasional).
Pertanyaan berikutnya adalah bagaimana seharusnya peta jalan pendidikan Indonesia 2020-2035 menghadapi perubahan disruptif ini.
Bapak Jokowi Widodo selaku Presiden RI pada rapat terbatas (melalui video conference) mengenai Peta Jalan Pendidikan Tahun 2020-2035, 4 Juni 2020 menyampaikan beberapa jawaban mengantisipasi perubahan-perubahan besar yang terjadi di dunia ini, Beberapa hal yang ditekankan beliau: (1) cara bekerja pada masa depan jauh berbeda dengan yang dialami hari ini, maka pembentukan SDM unggul dimasa depan tidak bisa lagi berdasarkan ilmu yang dibentuk berdasakan masa lalu, melainkan didasarkan pada perkembangan ilmu tren masa depan. Hal senada dengan apa dikatakan oleh Peter F. Drucker dikenal sebagai bapak manajemen modern, beliau mengatakan; “Turbulensi, pergolakan, kerusuhan atau kekacauan terjadi bukan karena banyaknya para pemberontak, perusuh atau pengacau, melainkan terjadi akibat kesalahan berpikir. Menyelesaikan masa sekarang dengan cara berpikir masa lalu”. Di era disruptif, dimana perubahan semakin cepat, tidak terduga dan tidak pasti ini, ungkapan yang menyatakan, “Experience is the best teacher” sudah tidak relevan lagi. (2) SDM unggul yang akan kita bangun adalah SDM berkarakter yang berakhlak mulia dengan menumbuhkan nilai budaya Indonesia dan Pancasila. Pendidikan karakter tidak boleh dilupakan karena ia merupakan hal yang sangat penting dalam pembangunan mental dan karakter bangsa; (3) beberapa target yang harus dibuat secara jelas dan terukur, antara lain hasil belajar, kualitas guru, kurikulum, infrastruktur sekolah dan distribusi pendidikan yang inklusif dan merata, target-target tersebut dibuat tinggi agar kita optimis dan bersemangat menjalankan tugas dan fungsinya masing-masing; (4) kemampuan melakukan reform tidak hanya ditentukan oleh satu kementerian pendidikan dan kebudayaan saja, tetapi memerlukan dukungan dari kementerian/lembaga, komunitas pendidikan, masyarakat, pemerintah daerah, dan kemitraan dengan swasta. Pengalaman selama ini kemitraan tersebut mudah diucapkan, namun sulit dilaksanakan. Reformasi pendidikan bukan hanya mencakup penyesuaian kurikulum, pedagogi, metode penilaian semata, tetapi juga menyangkut perbaikan infrastruktur, penyediaan akses teknologi, dan dukungan pendanaan.
Elemen-elemen pendidikan yang berperan penting guna menciptakan masyarakat maju antara lain: tingginya angka partisipasi peserta didik, hasil pembelajaran berkualitas dan distribusi kualitas pendidikan yang merata dan inklusif.
Dr. Aswandi Dosen FKIP UNTAN[learn_press_profile]

