Rekrutmen Guru P3K Afirmatif
UU RI No. 20/Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional mengamanahkan, “Setiap warga negara memperoleh hak yang sama untuk memperoleh pendidikan bermutu”.
John Hetty, seorang guru besar pendidikan New Zeland mereview sebanyak 51.000 hasil penelitian untuk mencari apa-apa saja faktor yang mempengaruhi pendidikan bermutu, akhirnya menyimpulkan bahwa 50% pendidikan bermutu ditentukan oleh faktor guru, 45% ditentukan oleh faktor kurikulum, dan 43% ditentukan faktor pengajaran.
Sebuah studi di tahun 2007 mengenai prestasi belajar pada dua kelompok peserta didik yang memiliki kesamaan karakteristik, namun diajar oleh guru dengan kualitas keprofesionalan yang berbeda. Diketahui setelah 3 (tiga) tahun diajar oleh guru yang berbeda itu, terdapat perbedaan prestasi belajar peserta didik sebesar 56%. Murid yang diajar oleh guru profesional, selain prestasi akademik dan kepribadiannya lebih baik, mereka akan menjadi manusia pembelajar sekalipun kemudian di jenjang pendidikan berikutnya mereka tidak diajar oleh guru profesional. Demikian sebaliknya, peserta didik yang pernah diajar oleh guru yang kurang profesional, selain tidak memiliki prestasi akademik tinggi juga menjadi manusia yang mengalami kesulitan belajar sekalipun kemudian di jenjang pendidikan selanjutnya diajar oleh guru professional.
Ketidakberdayaan pembelajaran tersebut secara permanen diwariskannya kepada generasi berikutnya, dimana orang tua mewariskan ketidakberdayaan tersebut kepada anak-anaknya dan anak-anaknya mewariskan ketidakberdayaan tersebut kepada curu-cucunya, demikian seterusnya. Penelitian tersebut mengingatkan kita semua untuk lebih berhati-hati (cermat) memilih lembaga pendidikan (sekolah) bagi putera-putrinya, terutama dari aspek “Siapa Guru Anak-Anak Kita?”, maksudnya jangan terjebah memilih sekolah untuk anak-anak kita karena sebatas melihat asesoris bangunan gedungnya.
Hendry Brock Adam mengatakan, “Pengaruh guru tiada batasnya, dia sendiri tidak tahu kapan batas itu berakhir”.
Guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar dan pendidikan menengah.
Carl Glickman seorang pakar supervisi pembelajaran membagi kategori guru: (1) guru profesional, yakni guru yang memiliki abstarksi dan komitmen tinggi; (2) guru analytical observer, yakni guru yang memiliki abstraksi tinggi, namun komitmen terhadap tugas rendah. Ia hanya pandai bicara, tapi malas atau kurang bertanggung jawab dalam melaksanakan tugasnya; (3) guru unfocus worker, yakni guru yang memiliki abstraksi rendah, namun komitmen tinggi. Ia kurang menguasai materi dan strategi mengajar dengan baik, namun ia rajin mengajar, sangat mencintai muridnya dan bekerja penuh tanggung jawab; dan (4) guru drop out, yakni guru yang memiiki anstraksi dan komitmen rendah. Guru drop out tersebut harus dibina lebih serius melalui pendekatan direktif dan/atau diistirahatkan dari tugas mengajarnya.
Guru P3K adalah warga negara Indonesia yang memenuhi syarat tertentu, diangkat berdasarkan perjanjian kerja untuk jangka waktu tertentu dalam rangka melaksanakan tugas pemerintahan. Mereka memperoleh hak berupa gaji dan tunjangan, cuti, perlindungan, dan pengembangan kompetensi.
Setidaknya terdapat dua alasan digunakan dalam penerimaan guru P3K tahun 2021 ini: (1) berdasarkan Data Pokok Pendidikan Kemendikbud RI mengestimasi bahwa kebutuhan guru di sekolah negeri mencapai 1 (satu) juta orang (di luar guru PNS yang saat ini mengajar) dan (2) upaya menyediakan kesempatan yang adil untuk guru-guru honorer yang kompeten agar mendapatkan penghasilan yang layak.
Berdasarkan dua alasan tersebut di atas, yakni: (1) memenuhi kekurangan guru, dan (2) memberi penghargaan kepada guru honorer yang kompeten (profesional), memperhatikan dan mempertimbangkan dua alasan tersebut, menurut penulis sesungguhnya tidak ada yang sulit untuk mewujudkan pengangkatan guru P3K, kecuali ada penumpang gelap di dalam gerbong kebijakan rekrutmen tersebut yang membuat keputusan pengangkatan guru P3K berjalan lambat.
Memperhatikan mekanisme rekrutmen guru P3K, sebagaimana terdapat pada “Kebijakan Pengadaan Guru PPPK Tahun 2021 oleh Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi RI, dan usul yang disampaikan oleh anggota Komisi X DPR RI pada rapat bersama pemerintah, 24 September 2021 dan mempertimbangkan berbagai hal, akhirnya penulis sependapat dengan beberapa anggota DPR RI yang menyatakan “seluruh guru honorer peserta tes P3K 2021 sebaiknya diluluskan”. Namun, penegasan penulis, untuk di tahun-tahun mendatang hindarilah intervensi politik praktis dalam mengangkatan guru, baik guru PNS maupun guru P3K. Konsensus politik antara legislatif dan eksekutif sangat diperlukan dalam membangun pendidikan bermutu, namun harus ditegaskan, “Siapa Melakukan Apa”, berdasarkan tugas dan fungsi (tufoksi) masing-masing. Menurut penulis, “merekrut guru berkualitas tidak sama halnya mengobral barang yang tersisa di gudang”, dan metapora tersebut jangan sampai terjadi.
Di masa-masa yang akan datang, rekturmen guru baik guru PNS maupun guru P3K harus memiliki tujuan yang jelas, mengikuti mekanisme yang taat asas, dan pemerintah harus istiqomah untuk melaksanakan mekanisme yang dibuatnya sendiri, jangan terpengaruh dan bingung, melainkan bersikap tegas dan tegar menghadapi intervensi dari mana saja yang bertujuan jangka pendek untuk kepentingan sesaat.
Hasil tes guru P3K melalui mekanisme afirmatif yang cendrung dipaksakan ini, sangat berdampak para peningkatan kualitas sumber daya manusia. Oleh karena itu agar kualitas guru tidak stagnan, tantangan ke depan adalah; (1) melaksanakan program profesionalisasi guru dengan sebaik-baiknya, efektif dan efisien. Tidak boleh ada lagi kegiatan profesioalisasi guru apapun wujudnya, dilakukan sebatas menghalalkan proyek; (2) sengkarut yang terjadi di dunia keguruan hari ini adalah dampak dari manajemen keguruan yang amburadul selama ini. Oleh karena itu, sangat diperlukan penataan ulang dengan baik manajemen keguruan di negeri ini dari hulu hingga hilirnya. Contoh sederhana, Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan (LPTK) harus diperkuat guna melahirkan guru yang adaptif, inovatif, kreatif dan berkarakter, rekrutmen guru honorer harus diperketat, dilakukan oleh pihak yang berwenang atau tidak liar lagi. Jika masih ada pihak yang berani mengangkat guru honorer tanpa prosedur yang jelas dan taat asas, maka mereka harus bertanggung jawab di mata hukum terhadap masa depan guru honorer tersebut; (3) agar putera dan puteri baik negeri ini ikut berpartisipasi menjadi guru, terutama guru ASN, maka pemerintah harus mempertimbangkan dengan cermat pemberian afirmasi (penguatan dan penegasan) dan melaksanakan afirmasi tersebut dengan sebaik-baiknya secara taat asas yang didasarkan pada beberapa prinsip berikut ini: objektif atau tepat sasaran, berkeadilan tanpa diskriminatif, transparan dan akuntabel
Oleh Dr. Aswandi Dosen FKIP UNTAN
[learn_press_profile]